Senin, 21 Februari 2011

Anak-anak Pinggiran Sungai


Keceriaan itulah yang selalu tergambar pada anak-anak. Di mana pun mereka tinggal, mereka akan mencari kegembiraan dengan berbagai permainan. Tak terkecuali kakak beradik dalam foto ini. Mereka menggunakan sampah plastik sebagai topeng dalam permainan mereka. Barangkali dalam imajinasinya, dengan mengenakan topeng itu mereka membayangkan diri mereka sebagai tokoh tertentu. Ah, anak-anak!!!
Sebut saja mereka Ari dan Agung, dua orang bocah yang tinggal di daerah sempadan sungai. Letak rumah mereka hanya berjarak 10 meter dari bibir sungai. Apabila musim hujan tiba dan bersamaan dengan pasangnya air laut, air sungai akan naik dan merendam rumah mereka dan perkampungan di sekitarnya. Mereka tidur di meja atau pun di tempat-tempat yang lebih tinggi jika banjir merendam rumah mereka.
Tempat mereka tinggal tepatnya berada di wilayah Medokan Semampir Timur Dam. Kata orang kampung itu tidak eksis dalam peta kota Surabaya. Letaknya di pinggiran hilir sungai Jagir. Tempat tinggalnya pun terletak paling ujung dari perkampungan di sepanjang sempadan sungai. Karena letaknya yang terpencil itulah Pakde kedua bocah itu menjadikan tempat itu sebagai gudang sekaligus pabrik pengolahan plastik.
Di sana terdapat sebuah mesin pencacah plastik. Dari tempat itu terdengar deru mesin setiap harinya. Tempat tinggalnya penuh dengan berbagai macam sampah plastik membuat mereka begitu akrab dengan sampah plastik. Selain bergelut dengan plastik mereka juga mengenal alam di sekitar mereka. Bapak mereka bekerja sebagai tenaga pengangkut sampah di salah satu pertokoan di Surabaya. Selain itu dia juga menggembalakan kambing milik saudaranya dengan sistem gadon. Pada hari-hari tertentu dia mengajak kedua kakak beradik itu memancing baik di sungai di depan rumah mereka mau pun di tambak yang berada di belakang rumah mereka. Dari situ mereka mengenal struktur walesan (joran) yang bagus, mata kail yang bagus, cacing yang segar sebagai umpan, atau pun tempat-tempat di mana ikan biasa berkumpul di sungai.
Dengan lingkungan serupa itu mereka tumbuh dan besar. Kelak, siapa yang tahu kalau anak-anak itu akan menjadi kisah tersendiri dalam catatanku.