Jumat, 24 Juli 2009

Rendezvous

Duh..dah lima bulan blog ni nggak update. Rindu banget ngeposting lagi. Tapi kayaknya belum saatnya deh. Mungkin bulan depan, atw setelah hari raya...

Minggu, 15 Februari 2009

Memahami Dunia Bayi

Bagaimana anak-anak memahami dunia di sekelilingnya? Pertanyaan ini begitu menarik untuk di jawab. Seorang bayi yang baru lahir layaknya kertas putih polos yang belum berisi apa pun. Mereka memandang objek-objek di sekelilingnya dalam keadaan kabur dan asing; belum ada nama untuk benda-benda di sekeliling mereka. Lambat laun, dunia yang asing tersebut menjadi semakin akrab, dan, pada akhirnya, mau tidak mau akan mereka masuki. Untuk itu secara naluriah mereka harus mempersiapkan diri untuk memasuki dunia yang kabur dan asing itu.
Hal pertama kali yang dilihat oleh bayi, dan yang akan ditemuinya sepanjang hidupnya, adalah adanya objek-objek di sekeliling mereka. Sejak pertama kali muncul ke dunia mereka telah mengenal adanya sesuatu yang terpisah dari dirinya, berada di luar dirinya dan bukan menjadi bagian dari dirinya. Bagaimana bayi memahami objek-objek di sekelilingnya?
Sejak awal sekali seorang anak tahu bahwa objek dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu yang bernyawa dan tidak bernyawa. Adanya pembedaan antara benda-benda bernyawa dan tidak bernyawa pertama-tama bukan karena objek-objek tersebut dapat bergerak sendiri atau hanya akan bergerak apabila didorong oleh kekuatan lain; secara naluriah bayi memahami bahwa sebuah objek bernyawa didasari oleh insting dasar mereka sendiri. Akan tetapi pemahaman ini masih bersifat instingtif pada awalnya. Pemahaman yang kabur ini lambat laun akan menjadi semakin jelas seiring dengan makin kompleksnya pengalaman yang dialami oleh bayi. Pada tahap ini, seorang bayi dapat dikatakan telah memiliki kesadaran akan dunia luar, dunia yang lain dari mereka. Sekalipun dunia ini masih kabur gambarannya, di mana mereka melihat banyaknya benang-benang yang masih kusut, seiring dengan berjalannya waktu dan kompleksnya pengalaman, benang-benang tersebut akan terjalin menjadi satu untaian yang mengantarkan seorang bayi menuju pemahaman yang utuh terhadap dunia.
Dari sini dapat dilihat bahwa pengalaman merupakan unsur penting bagi bayi untuk memahami dunia sekelilingnya. Dengan kata lain, perkembangan bayi tidak hanya didasari dari faktor internal saja seperti nutrisi yang cukup, gizi yang lengkap, vitamin yang tinggi saja. Secara fisik mereka memang memerlukan semua itu untuk mengembangkan diri mereka. Akan tetapi mental mereka juga harus berkembang. Mereka juga harus melakukan input untuk diri mereka sendiri supaya mental mereka berkembang. Di sini lingkungan sangat berperan dalam menumbuh-kembangkan mental bayi. Orang tua banyak berperan penting di sini. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana orang tua mencoba memberikan berbagai macam mainan pada anak-anaknya. Adanya mainan ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lain kepada bayi. Pengalaman tersebut dapat berupa pemberian suatu bentuk-bentuk baru pada bayi, seperti memberikan mainan dari balok-balok kayu, atau memberi suatu bentuk-bentuk gerakan yang mungkin dilakukan oleh sebuah objek seperti mainan yang bisa diputar.
Adanya hal-hal baru seperti ini memberikan pada bayi sebuah keterbukaan terhadap dunia. Mereka lambat laun akan menyadari bahwa hal-hal yang belum mereka ketahui mungkin saja terjadi. Sebagai contoh kita kembali pada mainan putar; bayi pada mulanya hanya mengetahui bentuk dari mainan tersebut, akan tetapi, dengan didorong oleh suatu tindakan tertentu ternyata mainan tersebut bisa bergerak sendiri. Perlahan tapi pasti mereka bergerak menuju tahap pemahaman yang lebih tinggi.
Tahap selanjutnya setelah bayi mempelajari objek-objek di sekelilingnya adalah memahami adanya peran-peran sosial di sekelilingnya. Setelah melewati tahap materi kini mereka mencapai tahap fisis di mana hubungan antara suatu objek-objek abstrak ingin dipahami. Pada tahap ini bayi telah mencapai usia sekitar 18 bulan. Penggunaan simbol sangat kentara pada tahap ini. Mereka telah mengerti apa arti dari ekspresi tertawa, menangis, dan sebagainya. Mereka telah memasuki tahap yang semakin kompleks.
bersambung................

Jumat, 06 Februari 2009

Letak Intelegensia dalam Organisasi Mental

Setiap respon, apakah itu berupa tindakan yang bersifat eksternal ataupun tindakan yang bersifat internal seperti berpikir, mengambil bentuk dari adaptasi atau, yang lebih baik lagi, adaptasi ulang. Tindakan individual dilakukan hanya jika dirasa diperlukan, seperti jika keseimbangan antara lingkungan dan organisme suatu ketika mengalami kekacauan, dan tindakan yang akan diambil tersebut cenderung untuk membentuk lagi keseimbangan antara lingkungan dan organisme, untuk adaptasi ulang organisme (Clarapede). Respon tersebut, dengan demikian merupakan kasus kusus dari interaksi antara dunia eksternal dan subjek, tetapi berbeda dengan interaksi psikologis, yang merupakan materi alami dan melibatkan perubahan internal yang diwujudkan di dalam tubuh, respon yang dikaji oleh psikologi adalah pencapaian jarak terbesar dari fungsi alamiah dan yang semakin membesar di dalam ruang (persepsi) dan di dalam waktu (memori, dan sebagainya) selain mengikuti bidang yang makin lama makin kompleks (perubahan, sirkulasi, dan sebagainya). Perilaku, dengan demikian disusun dalam terminologi interaksi fungsional, yang membutuhkan esensi dan ketelitian dua aspek yang saling bergantung: aspek afektif dan kognitif.
Telah begitu banyak diskusi tentang hubungan antara afeksi dan kognisi. Sesuai dengan P. Janet, perbedaan harus tergambar di antara "tindakan primer" atau pada hubungan antara subjek dan objek (intelegensia, dan sebagainya) dan "tindakan sekunder" atau reaksi subjek atas tindakannya sendiri, yang mana membentuk emosi dasar yang terdiri dari regulasi atas tindakan primer dan memastikan pelepasan energi yang tersedia di dalam diri organisme. Tapi di samping pengaturan/regulasi seperti ini, yang menentukan energitika atau pengelolaan batin dari perilaku, kita harus, seolah-olah, memasukkan penghitungan yang mengarah pada sebuah akhir atau pada sebuah nilai tertentu, dan seperti ciri-ciri nilai interaksi yang energik dan ekonomis dengan lingkungan eksternal. Menurut Clarapede, kesadaran menunjuk tujuan dari perilaku, sementara itu intelegensia hanya menyediakan sarana (tekniknya). Tapi di sana terdapat kesadaran dari sebuah akhir sebagai suatu tujuan, dan kesinambungan ini mengubah tujuan dari perilaku. Sepanjang kesadaran mengarahkan perilaku dengan menunjukkan nilai dari sebuah tujuan, kita harus membatasi diri kita untuk berkata bahwa hal itu menyediakan energi yang diperlukan untuk sebuah tindakan, sedangkan pengetahuan terletak pada strukturnya. Hal ini menyebabkan munculnya solusi baru yang diusulkan yang disebut denga Psikologi Gestalt: perilaku melibatkan "semua bidang" yang menyatukan subjek dan objek, dan dinamika dari bidang ini membangun kesadaran (Lewin), sedangkan strukturnya bergantung pada persepsi, fungsi-efektor, dan intelegensia. Kita akan mengadopsi formula yang sama, dengan syarat bahwa kesadaran dan bentuk kognitif tidak tergantung semata-mata pada keberadaan "bidang", tapi juga pada seluruh sejarah tindakan subjek sebelumnya. Kita akan mengatakannya dengan sederhana kemudian bahwa setiap tindakan melibatkan aspek energi dan afektif dan struktur atau aspek kognitif, yang mana pada kenyataannya, merupakan perpaduan dari titik pandang berbeda yang telah disebutkan.
Pada dasarnya, semua kesadaran terdiri dari dua hal, regulasi dari energi internal atau terdiri dari faktor pengendalian pertukaran energi dengan lingkungan eksternal. Dengan sendirinya hal ini akan dibayangkan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan afeksi, dan oleh karena itu energetik, operasional, sikap pada nilai yang lebih tinggi, dan menjadikannya kecakapan dari keterbalikan dan percakapan (kesadaran moral, dan sebagainya) sama seperti yang juga dilakukan sistem operasi logika untuk sebuah konsep.
Tapi jika semua perilaku, tanpa pengecualian, sampai pada yang berimplikasi terhadap kecerdasaan atau pada pengelolaan, pembentukan aspek afektif, interaksi dengan lingkungan di mana ajakan tersebut juga memerlukan sebuah bentuk atau struktur untuk menentukan lingkaran variasi kemungkinan antara subjek dan objek. Persepsi, pengetahuan senso-motorik (kebiasaan, dan sebagainya), pada pemahaman tindakan, hukuman, dan sebagainya, semua jumlah ini dengan suatu cara atau cara yang lain, membangun hubungan antara organisme dan lingkungan. Hal ini berada dalam apa yang mereka nyatakan sebagai afinitas tertentu di antara mereka yang membedakannya dari gejala afektif. Kita akan mengacu pada mereka, seperti fungsi kognitif dalam arti luas (untuk mengkategorikan adaptasi senso-motorik).
Kehidupan afektif dan kognitif, untuk selanjutnya, tidak dapat dipisahkan meskipun keduanya berbeda. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena interaksi dengan lingkungan melibatkan penataan dan penilaian, tapi keduanya tidak ada yang kurang terpisah, semenjak dua aspek dari perilaku ini tidak bisa direduksi lagi satu sama lain. Sehingga kita tidak dapat beralasan, sekalipun dalam matematika murni, tanpa mengalami kesadaran tertentu, dan sebaliknya tidak ada afeksi yang eksis tanpa adanya pemahaman sedikit pun atau tanpa adanya sedikit pun pembedaan. Pada tindakanlah intelegensia tercakup, selanjutnya pada regulasi internal dari energi (ketertarikan, tenaga, kenyamanan, dan sebagainya) dan regulasi eksernal (nilai-nilai yang dicari pemecahannya dan objek-objek bersangkutan yang dicari), tapi dua bentuk pengendalian ini terletak pada afeksi alamiah dan tinggal perbandingan dengan seluruh regulasi dari tipe ini. Dengan cara yang sama, elemen perseptual atau intelektual yang mana kita temukan dalam semua manifestasi emosi tergolong kesadaran, dengan jalan yang sama seperti reaksi perseptual atau intelektual yang lain. Apakah arti umum dari yang disebut dengan "kesadaran" dan "intelegensia" dalam hubungan keduanya sebagai dua "bakat" yang bertentangan, merupakan perilaku sederhana yang berhubungan dengan seseorang dan tindakan-tindakan yang mempengaruhi ide-ide atau hal-hal; tapi masing-masing dari bentuk perilaku ini, aspek afektif dan kognitif yang sama dari tindakan menjadi jelas, aspek-aspek yang mana pada kenyataannya selalu berhubungan dan tidak ada jalan menampilkan bakat-bakat secara terpisah.
Lagipula, intelegensia itu sendiri tidak terdiri dari sebuah isolasi dan perbedaan kelas proses kognitif yang tajam. Ini tidak sepatutnya dikatakan, satu bentuk di antara yang lain; ini merupakan bentuk keseimbangan yang mana mengarah pada struktur yang menghasilkan persepsi, kecendrungan kebiasaan dan mekanisme dasar senso-motorik; maka intelegensia hanya merupakan bentuk keseimbangan yang mana mengarah pada kecendrungan ini. Hal ini harus dipahami bahwa intelegensia bukanlah bakat, penolakan ini mencakup kesinambungan fungsi radikal antara bentuk tertinggi pemikiran dan kelompok besar tipe terendah dari adaptasi kognitif dan motorik; maka intelegensia hanya merupakan bentuk keseimbangan yang mengarah pada kecendrungan ini. Hal ini tidak berarti, tentu saja, bahwa keputusan terdiri dari ko-ordinasi dari struktur perseptual, atau bahwa 'merasa' berarti adalah penarikan kesimpulan secara tak sadar (meskipun kedua teori ini telah dipertahankan), untuk keseimbangan fungsional pada tidak adanya jalan mencegah munculnya variasi atau bahkan heterogienitas di antara struktur. Setiap struktur yang menjadi pemikiran merupakan bentuk khusus dari keseimbangan, kurang lebih stabil dalam bidang yang terbatas dan kehilangan kestabilan ketika mencapai batas sebuah bidang. Tapi struktur ini, yang membentuk tingkat yang berbeda, akan dianggap menggantikan salah satu pendekatan lain dalam hukum perkembangan, sedemikian rupa sehingga masing-masing merealisir keseimbangan yang lebih inklusif dan stabil untuk sebuah proses muncul dari keadaan sebelumnya. Intelegensia dengan demikian hanyalah terminologi umum untuk mengindikasikan bentuk superior dari organisasi atau keseimbangan dari penstrukturan kognitif.
Pandangan ini berarti, mulai dari awal, merupakan desakan pusat peran dari intelegensia dalam kehidupan mental dan dalam kehidupan organisme itu sendiri; intelegensia, struktur keseimbangan dari perilaku yang paling plastis dan pada saat yang sama merupakan struktur keseimbangan yang paling tahan lama, merupakan dasar sistem operasi kehidupan dan tindakan. Ini merupakan bentuk perkembangan tertinggi dari adaptasi mental, demikian dikatakan, instrumen yang harus ada pada interaksi antara subjek dan alam semesta ketika lingkup dari interaksi ini menjadi berada di seberang kelangsungan dan kontak sesaat untuk mencapai jangkauan yang luas dan stabilnya hubungan. Akan tetapi, di sisi lain, penggunaan terminologi ini merintangi kita untuk menentukan di manakah intelegensia dimulai; ini merupakan tujuan akhir, dan asalnya secara umum tidak dapat dibedakan dari adaptasi senso-motorik atau bahkan dari adaptasi biologis itu sendiri.

Sumber:
Piaget, Jean. 1960. Psychology of Intelligence. New Jersey: Littlefield, Adams & Co.

Rabu, 04 Februari 2009

Kepada Deew

Ada pasti suatu ketika
suaramu 'kan begitu mengerikan untuk kudengar
dan gelombang yang merambati telingaku
menggetarkan jantung, untuk saat berikutnya
moral, dan ketabahanku
pada akhirnya.

Jantungku remuk hatiku pecah
tahu ujud rupa suara itu.
Hidupku selanjutnya, barangkali,
adalah pilihan:
keinginan bertemu lagi, dan
ketakutan menatap matanya.

Mengapa kita berbicara seperti ini;
aku di sini, berteriak,
di seberang sana kau sumbat telingamu;
tiadakah titian yang meniadakan
jurang antara kita;
ingin sekali aku meluncur ke dasarnya
kalau itu harga untuk kata, "mas..."
yang kau lesakkan, untuk dirimu sendiri selanjutnya,
sesudah aku sampai di dasar
dalam keadaan berkeping-keping: "...jangan..."
dan meneruskannya dalam batin, "...loncat!"

Tidak ada kesangsian padaku
akan tunas yang baru tumbuh itu.
Meski usianya berbilang hari
dia tumbuh dengan semua energi
yang dimilikinya untuk hidup;
tidak ada kehidupan lagi di sana
seperti ladang tandus, mengering,
seolah-olah rahmat tercerabut
dari tanah itu.
O, tunah tunas yang telah mati....

Kepada perempuan yang pernah
menjadi pupuk tunas itu,
aku ingin engkau tak sendirian;
akan aku temani tidurmu,
langkah kakimu, suara hatimu,
seluruh hidupmu
dengan putihnya harapan
doa, dan kutukan,
dari gelapnya kebencian yang dalam.
Aum, santih santih santih!

Minggu, 25 Januari 2009

Aku Ingin

Jika bisa dengan jemari dikeluarkan,
dan ditabur di atas meja,
di hadapanmu, hati ini,
tentu dia seperti
manik-manik kecil

berwarna hitam;
aku ingin kau
mengulang masa kanak,
memungutnya satu per satu,
mendekatkannya ke biji matamu,
mencoba merangkainya,
dan pulang berpenuh saku
manik-manik hatiku
dalam keabadian
masa lalu.

Tapi jika ditelantarkan,
di atas meja, sendirian,
segera dibekukan udara;
dan sudah tidak ada
hati bagiku;
haruskah batu sekepal tangan
menggantikan?

Jangan, ay, sudutnya tajam,
disakitinya dagingku nanti.
Baiknya, sebelum dikeluarkan
dari dalam, dan ditebar untukmu,
cegahlah; supaya tidak sia-sia,
karena jika kata cinta diucap
yang terakhir ini
akan menuntut
lebih banyak.
tapi, di mana dia sekarang...!

Pesisir Blitar Selatan - Suatu ketika

Boleh aku bercerita
tentang pantai ini:
perbatasan asing - sunyi
dan entah berapa penyair menulis
di atas laut tak bernama

berapa pula sajak ditulis
di bawah remang lampu kota
Juga tak tahu berapa orang
hilang-tenggelam di bibir ini...?

Aku berjalan menyisir pantai
seperti yang lalu, kini pun sendirian,
Sesekali ombak menggerus
Tanah yang kupijak berlarian
Dan langit hijau di cakrawala
bergelayut gelisah
-di sini si mati memanggili!-

Kulayatkan mataku pada karang
Pada ciuman si ombak
Pada tiap jejak
Tiap sajak
yang menghilang-tenggelamkan aku

Kupilih satu tempat untuk duduk
Di cakrawala sana angin bersarang
Dan di belakang sini berayun-ayun
Hmm! Betapa indah!
Betapa abadi?!
Betapa kecilnya aku untuk abadi...

Di sini kekasihku tenggelam
Laut mengabadikan nama
Salah satunya dia
Pipi pualam
Bibir
Mata
Dan buah dada
Tandingan ratih di bumi

Selalu ingin mendengar dia
Mendendangkan lagu, bersama-sama,
bertalian lagi
Seperti pernah dia janjikan untuk aku
tapi, di mana dia sekarang...!

Sabtu, 24 Januari 2009

Perkembangan Kognitif pada Awal Keremajaan dan Anak-anak

Prinsip Dasar dari Perkembangan Kognitif
Secara alamiah anak-anak selalu ingin tahu. Mereka selalu ingin memberi arti atas pengalaman mereka dan dalam prosesnya, membangun pemahaman mereka atas dunia. Bagi Piaget, anak-anak pada semua usia seperti seorang ilmuwan dalam menciptakan teori mereka sendiri mengenai bagaimana dunia bekerja. Tentu saja, teori anak-anak seringkali tidak lengkap. Meski demikian, teori anak-anak tersebut sangat penting bagi mereka karena mereka membuat dunia nampak lebih mudah diperkirakan.
Anak-anak memahami dunia melalui sebuah schemes, yaitu suatu struktur psikologis yang mengorganisir pengalaman. Schemes merupakan kategori mental yang berhubungan dengan kejadian, objek, dan pengetahuan. Pada remaja, schemes lebih banyak didasarkan pada tindakan. Karena itulah kelompok anak-anak mendasarkan objeknya pada tindakan yang mampu menunjukkan kemampuan mereka. Sebagai contoh, anak menyerap dan mengerti, mereka menggunakan tindakan ini untuk menciptakan kategori objek yang dapat diserap dan objek yang dapat dimengerti.
Schemes lebih penting pada masa sesudah remaja, tapi mereka tahu bahwa prinsip utama dari hubungan fungsional atau konseptual bukanlah tindakan. Sebagai contoh, anak usia pra-sekolah belajar bahwa garpu, pisau, dan sendik merupakan bentuk kategori fungsional dari "sesuatu yang saya gunakan untuk makan." Atau mereka belajar bahwa anjing, kucing, dan ikan mas merupakan bentuk kateofri konseptual dari "binatang peliharaan."
Seperti anak-anak usia pra-sekolah, anak-anak yang lebih tua dan remaja memiliki schemes dasar pada schemes fungsional dan konseptual. Tapi mereka juga memiliki schemess yang didasarkan pada pengembangan hal-hal yang abstrak. Sebagai contoh, para remaja mungkin meletakkan fasisme, rasisme, dan seksualisme ke dalam "ideologi yang saya benci."
Dengan demikian, schemes dari hubungan antar objek, kejadian, dan ide akan nampak melalui perkembangan. Tapi sebagaimana perkembangan pada anak-anak, peran mereka utuk menciptakan schemes dan aktivitas fisik ke fungsional, konseptual, dan, kemudian, sifat abstrak dari suatu objek, tindakan, dan ide.
Asimilasi dan Akomodasi
Schemes berubah secara konstan, sesuai dengan pengalaman anak-anak. Pada dasarnya, adaptasi intelektual menyertakan dua proses yang bekerja bersama-sama: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika pengalaman-pengalaman baru siap dikorporasikan ke dalam keberadaan schemes. Bayangkan seorang bayi yang akrab dengan schemes pengertian. Dia akan segera menemukan bahwa schemes pengertian dapat juga diterapkan pada balok-balok, mobil mainan, dan objek-objek kecil lain. Mengembangkan keberadaan pengertian schemes kepada objek-objek baru mengilustrasikan terjadinya asimilasi. Akomodasi terjadi ketika schemes diubah berdasarkan pada pengalaman. Dengan ccepat anak-anak akan belajar bahwa beberapa objek dapat diangkat jika menggunakan dua tangan dan bahwa beberapa objek lain tidak dapat diangkat semuanya. Mengubah schemes sehingga hal yang terjadi tersebut sesuai untuk objek baru mengilustrasikan akomodasi.
Asimilasi dan akomodasi seringkali lebih mudah untuk dipahami ketika anda ingat bahwa Piaget percaya bahwa anak-anak, dan remaja menciptaka teori untuk mencoba memahami peristiwa dan objek di sekeliling mereka. Kanak-kanak yang berteori bahwa sebuah objek bisa diangkat dengan menggunakan satu tangan menemukan bahwa teorinya sesuai ketika dia mencoba mengangkat objek-objek kecil, tapi dia akan terkejut ketika dia mencoba mengangkat buku yang berat dengan menggunakan ssatu tangan. Hasil tak terduga yang diperoleh anak-anak, layaknya seorang ilmuwan handal, akan memperbaiki teorinya untuk memasukkan penemuan baru itu.
Equilibrasi dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
Asimilasi dan akomodasi biasanya berada dalam keseimbangan, atau equilibrium. Seorang anak menemukan begitu banyak pengalaman yang siap diakomodasi ke dalam keberadaan schemes mereka, tapi kadang mereka perlu mengakomodasikan schemes mereka untuk memecahkan persoalan pada pengalaman yang baru didapatkan. Keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi ini diilustrasikan oleh bayi dengan teori pengangkatan objek. Secara bertahap, bagaimanapun juga, keseimbangan ini akan menjadi kacau, dan keadaan dari hasil disequilibrium. Dalam hal itu, anak menemukan bahwa hal-hal di dalam schemes merka tidak memadai sebab mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk berakomodasi dan lebih sedikit waktu untuk berasimilasi. Ketika terjadi disequilibrium, seorang anak mengatur kembali schemes mereka untuk kembali pada keadaan equilibrium, proses yang oleh Piaget disebut equilibrasi. Untuk memperbaiki keseimbangan, pada umumnya - tapi sekarang sudah bukan modenya lagi - cara untuk berpikir telah digantikan oleh nilai yang berbeda, lebih banyak mengatur kemajuan schemes.
Salah satu cara untuk memahami equalibrasi adalah kembali pada metafora dari "seorang bayi layaknya seorang ilmuwan." Teori pada anak-anak membantu mereka untuk memahami banyak pengalaman dengan mempredeksikannya. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi ("ini waktunya pagi hari, jadi ini adalah waktunya untuk sarapan"), atau siapa dan akan melakukan apa ("mama pagi bekerja, jadi ayah akan mengantarku ke sekolah"), tapi teori tersebut harus diubah ketika predeksinya bergeser ("ayah pikir aku cukup dewasa untuk berjalan sendiri ke sekolah, jadi dia tidak mau mengantarku").
Terkadang seorang ilmuwan menemukan bahwa dalam teori mereka terdapat kesalahan-kesalahan kritis yang tidak dapat ditata lagi dengan revisi yang sederhana; sementara itu, mereka harus menciptakan teori baru yang juga mengabaikan teori yang sebelumnya akan tetapi berbeda secara fundamental. Sebagai contoh, ketika astronom Copernicus menyatakan bahwa teori yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat sistem solah secara fundamental salah, teori barunya dibangun dengan asumsi bahwa matahari adalah pusat dari sistem solar. Dengan jalan yang sama, sebagian besar anak-anak secara periodik mencapai keadaan di mana teoru yang mereka pegang nampak banyak memiliki kesalahan, lalu mereka meninggalkan teori tersebut dengan jalan mengembangkan lebih banyak cara untuk berpikir mengenai lingkungan fisik dan sosial mereka.
Perubahan revolusioner dalam pemikiran ini terjadi sebanyak tiga kali, kurang lebih pada usia 2, 7, dan 11 tahun. Pembagian perkembangan kognitif ini terbagi ke dalam empat tahapan:
  1. Periode senso-motorik 0-2 tahun
  2. Periode pra-operasional 2-7 tahun
  3. Periode pernyataan-operasional 7-11 tahun
  4. Periode operasional formal 11 tahun ke atas
Daftar usia di atas hanya didasarkan pada perkiraan rata-rata. Beberapa remaja bergerak melewati sebuah periode lebih cepat dari yang lain, tergantung pada kepandaian dan pengalaman mereka. Bagaimanapun juga, jalan yang harus ditempuh untuk mencapai periode operasional formal - sebagian besar tipe sophistik dan pikiran - adalah dengan melewati tiga periode awal. Periode berpikir senso-motorik selalu memberikan pertumbuhan ke arah berpikir pra-operasional; seorang anak tidak bisa "melewatkan" tahap berpikir pra-operasional dan bergerak langsung dari periode senso-motorik ke periode pernyataan-operasional.
Berpikir Senso-Motorik
Piaget yakin bahwa dua tahun pertama tahapan distingtif pada perkembangan manusia. Periode senso-motorik, yang dimulai sejak lahir sampai kira-kira usia 2 tahun, merupakan periode pertama dari perkembangan kognitif Piaget. Selama 24 bulan pada tahapan ini, kemajuan berpikir bayi ditandai dengan tiga sektor penting
Sumber: Jean Piaget, The Language and Thougt of the Child, New York: 1926

Jumat, 23 Januari 2009

Terjemahan Sajak Leopardi

Sabtu Malam di Desa

Gadis itu datang dari ladang,
ketika senja,
membawa rerumputan: di antara jemarinya
seikat bunga violet dan mawar
dia bersiap, setelah sebelumnya,
untuk merias rambut dan tubuhnya,

untuk libur esok.
Seorang perempuan tua duduk memintal,
memandang tenggelamnya sinar matahari,
di atas tangga, dengan saudaranya,
mengisahkan cerita semasa mudanya,
ketika dia berias untuk festival,
dan ketika masih bertubuh langsing dan manis,
menari sepanjang sore, dengan seorang
pemuda, yang menemaninya sepanjang pesta.
Segera seluruh langit akan gelap,
udara bertukar biru-gelap: segera
bayangan bukit dan atap kembali
dalam sinar pucat bulan muda.
Sekarang bunyi bel akan menjadi saksi
akan kedatangan hari libur:
kau hendak berkata dalam hati
kekuatan lembut membawa dari udara.
Sekumpulan bocah kecil
bersorak dalam kotak kecil,
melompat ke sana ke mari,
membuat riuh-gembira:
dan tangan petani, bersiul,
kembali pada jagungnya yang sederhana,
memimpikan masa istirahatnya.

Ketika lampu yang lain padam, semua kembali,
dan segalanya sunyi,
aku mendengar palu berdentam, aku mendengar
tukang menggergaji: dia tetap terbangun
di bawah sinar lampu, menyelesaikan pekerjaannya,
terburu-buru dan tegang,
untuk segera menyelesaikannya sebelum subuh.

Ini adalah tujuh hari terbaik,
penuh harapan dan kegembiraan:
esok waktu akan membawa
kegelisahan dan kesedihan, dan membawanya
ke dalam, dalam pikiran, kerja keras sehari-hari.

Bocah yang penuh semangat,
hidupmu manis seperti bunga
seperti hari ini penuh kegembiraan,
hari cemerlang, langit terang,
kegembiraan sebelum festival.
Menikmati jam yang manis, anakku,
ini hiburan, musim yang menggembirakan.
Aku tidak akan berkata lebih banyak: biar itu
tidak mendukakanmu.

Untuk Diri Sendiri

Sekarang kau akan istirahat selamanya
hatiku yang lelah. Ilusi terakhir telah mati
aku memikirkan keabadian. Mati. Aku merasa, dalam
kebenaran,
bukan hanya harapan, tapi kegairahan
atas ilusi yang telah lenyap.

Istirahat selamanya. Kerjamu
sudah cukup. Tidak hanya pikiran
denyutmu yang berharga: bumi tidak menghargai
keberadaanmu. Pahit dan membosankan,
adalah kehidupan, tidak lebih: dan dunia adalah
lumpur.
Diamlah sekarang. Hilang harapan
untuk terakhir kalinya. Untuk jalan takdir kita
hanya diberi kematian. Sekarang alam menghina,
bahwa pertahanan si kejam
bahwa penguasa rahasia yang menguasai rasa sakit,
dan yang tak berhingga mengosongkan semuanya.

Dongeng Tiga Babak

I
Kelahiranmu memintaku memutari jagad,
menyeru pada alam, pada anjing-anjing liar untuk melolong,
sekawanan burung malam menyerak di atap rumah-rumah
dan sekalian segenap hewan biar buas menggeram
Kudirikan pemujaan di legah tegal lapang

yang dipilihkan dewata
bagi tempat kau kuburkan aku

Berapa lama lagi waktu itu?
Hari, bulan, windu menyampaikan kedaraanmu;
meriap percik api pemujaan
O, sesanti penanti yang menikam....

Aku pilih tuah batu-batu hitam untuk kubur,
aku bangkitkan arwah seribu lembu jantan
dan menggembalakannya untukmu, Putri,
di pusat padang keramat terpilih
Tapi, keakuan raga mencemooh:
adakah semua ini menahanku,
hendak kuputar taman kayangan Sriwedari
bagi pangkuanmu seorang.

Tapi bukan itu yang tinggal padaku
Langit merah, kokok ayam, dan keramaian
layaknya pagi adalah tanda bagiku
Lagipula kejemuan menempuh berpuluh kota
berdinding tinggi dengan sembilan pintu gerbang
membekukan kaki-kaki kuda keretaku,
membawaku pada janji pertemuan denganmu...

Dan jika saat itu tiba kau 'kan tertegun
Malam-malammu akan memimpikan lelaki bertanduk
dengan barisan otot memanjang bagai beribu lembu
yang berbaris, yang sanggup menggali
sampai ke dasar bumi.

II
Selalu seperti kau menatap ke dasar sumur
menyisir kembali jejak langkahmu
menuju padang keramat yang kini
menjadi tungku penyekaman
melambaikan selendang hijau

melelapkan kegelisahan mimpi
dari abad-abad yang telah lewat
Angin-angin bergemuruh
membawakan gamelan lokananta dari kayangan
mengibarkan rambutmu yang hitam
O, perempuan yang kecantikannya
menyangga langit
amukku amuk arwah seribu lembu jantan
yang berderap menuruni gunung
melindas seluruh yang ada
mewarnai langit dengan busa abu

Selalu seperti kau turun dari gunung ini
berjalan bersejingkat agar tak membangunkanku
Tapi aroma yang meriap dari balik kembenmu
menghempaskan tidurku dalam igau
memanasi seluruh sisa darahku!

Windu-windu terlempit di dinding kepundan
seperti bangun di pinggir setumpuk kitab
mencari matahari yang selalu jauh
Dan bila bayangna purnama terangi tempat ini
terdengar kidung dari langit
O, dasar sumur terpilih
kapankah tiba waktu bagiku untuk bangkit,
apakah laut telah merengkuh daratan,
dan bumi bergetar seluruhnya?
Bagaimana, bagaimana, bagaimana teguh terus
dalam kekelaman ikhlas?

Kupilih batu hitam paling besar
melemparkannya tinggi-tinggi
dan menunggu dalam telanjang telentang
di tempat titik jatuhnya
Sudah tergurat dalam suratan alam
pecinta sepertiku mati membujur dendam
atau, haruskah perjanjian dengan dewata dilupakan...

Selalu, selalu, dan akan selalu seperti kau
bersandar ketakutan menatap dasar
dalam malam bertemaram senandung purnama
Kau persembahkan angin, korban-korban, sesaji
Sebuah palah kau bangunkan
Adakah tuah di dunia mengubur sukmaku!

III
'rontak tiap gusarku ini
juga resah gelisahi kodrat,
bahwa mulut kepundan mudah
didaki, dan sekali
gedrug gemeludug

bumi kayangan
ada suatu pasti ketika:
maka menangislah aku lalu
jiwa penggelisah ini
- memang harus - terkurung,
dan diam;
bahwa di dasar gunung ini
sembilan cinta
berkekuatan lembu
terperipih
sedang langit,
peteduh akan satu kita,
mengarak teratai:
di kelam luhur ikhlas
di lantang lenguh jiwa
berterus teguh...

maka, untuk aku, berdoalah, putri
dari tiap suci wirid perawanmu
agar abu yang menyampiri angkasa,
dan semelang gemeludug bumi dan langit
menjelma puja;
maka, doani mana pintakan ini
selain engkau, kasih
bagi tiap jengkal kekalku
di dasar kepundan ini!
Surabaya, Oktober-Desember 2006

Kamis, 22 Januari 2009

Pejalan Hipotermia

dik, di tengah badai, antara pejalan hipotermia dan
dataran rendah hangat di sana
jalanan mesti direntas
janji temu cakap kita meritintis pengakuan
aku tahu kau coba sangkal tahumu

aku lebih ingin tidak bertemu
tapi satu tragik kau buka
aku lakon kau penulis
rebut tempat purna carita
dan bagai penulis yang baik
kau suruk ke langit
lalu mulai dari kelingking kau lepas
jemarimu dari tubuhku
satu per satu

aku lakon, pejalan hipotermia
sebelum kisahmu tutup
aku lintasi remasan-remasan kertas
tiap satu tragik coba kau kemas
dan sebelum kisahku tutup
aku ingatkan kau tentang ini!
Pasuruan, 5 Agustus 2007

Rabu, 21 Januari 2009

Alienasi dan Burnout

Ketika para pekerja merasa bahwa apa yang mereka lakukan tidak berarti sama sekali dan usaha mereka dirasa kehilangan nilai, atau ketika mereka tidak melihat hubungan antara apa yang mereka lakukan sekarang dengan hasil akhir, apakah yang akan terjadi?
Tampaknya alienasi menjadi problem yang mudah sekali berjangkit di kalangan pekerja, terutama pekerja dengan sistem kontrak di mana mereka tidak memiliki kepastian yang jelas di masa depan, apakah kontrak mereka akan diperpanjang oleh perusahaan ataukah tidak. Juga sebagai akibat dari tidak nyatanya hasil yang telah susah payah mereka kerjakan. Proses produksi yang mereka lakukan selama berjam-berjam berada di tempat kerja, seakan sia-sia karena tidak mampu mereka ketahui wujud nyatanya dalam pengertian sebagai seorang pekerja yang mencipta.
Alienasi merupakan proses menuju keterasingan, sebuah keadaan di mana pekerja merasa terasing dari lingkungannya. Keterasingan tersebut dapat berupa keterasingan pekerja terhadap hasil produksinya, keterasingan pekerja terhadap profesi yang digelutinya sendiri, keterasingan pekerja terhadap lingkungan sosialnya, dan keterasingan terhadap sifat manusiawinya sebagai seorang yang memiliki daya cipta.
Bagaimana keterasingan pekerja terhadap hasil produksinya telah dibahas dengan baik dalam Marxisme. Intinya, seorang pekerja tidak lagi memiliki hak secara penuh atas hasil pekerjaannya. Untuk keterasingan pekerjaan terhadap profesinya sendiri dapat dilihat pada banyaknya keluhan para pekerja terhadap pekerjaan mereka. Mereka mengeluhkan gaji yang tidak sesuai dengan jam kerja yang dijalani, mereka mengeluhkan banyaknya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi, mereka mengeluhkan hubungan yang tidak sehat antara diri mereka dengan atasan, mereka mengeluhkan tidak adanya kemungkinan karir di dalam pekerjaan mereka, mereka mengeluhkan bagaimana jika pekerjaan yang ada sekarang ditinggalkan karena di luar pekerjaan yang dipegangnya sekarang belum tentu ada pekerjaan lain yang mana berarti akan menjadi pengangguran. Dengan kata lain, pekerjaan yang digeluti oleh seorang pekerja lebih banyak didasarkan pada faktor keterpaksaan dari pada faktor bakat, kemampuan, atau pun ketrampilan. Mereka mau tidak mau harus menjalani pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh mereka. Luar biasanya, manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk terbiasa dengan apa pun.
Bentuk keterasingan yang ketiga, yaitu keterasingan terhadap lingkungan sosialnya. Di sini seorang pekerja berhadapan dengan jam kerja yang panjang di mana kemungkinan baginya untuk beraktivitas lain menjadi kecil. Dalam satu hari yang jumlah jamnya adalah 24 jam seorang pekerja harus berada di tempat kerjanya selama 10 jam yang berarti adalah 12 jam total waktu yang diperlukannya untuk melakukan pekerjaannya di mana masing-masing 1 jam untuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat menuju tempat kerjanya dan 1 jam dibutuhkan untuk pulang dari tempat kerjanya menuju rumahnya. Dari 12 jam yang tersisa dalam sehari 8 jam yang lain digunakan untuk beristirahat, tidur. Untuk ukuran normal, 8 jam merupakan waktu yang cukup bagi seseorang untuk beristirahat. Dengan perhitungan seperti ini, seseorang memiliki waktu 4 untuk melakukan aktivitas lain. Aktivitas apakah yang bisa dilakukan oleh waktu yang hanya 4 jam lamanya?
Pada tahap ini seorang pekerja berhadapan dengan ketidakmungkinannya melakukan aktivitas lain yang menurutnya mampu membawa hasil. Manusia merupakan mahkluk yang tidak pernah puas bagaimanapun kebutuhannya. Apalagi bagi seorang pekerja yang memang dari pekerjaannya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Jalan lain yang mungkin untuk menyiasati minimnya gaji yang didapat dari sebuah pekerjaan adalah dengan cara mengambil pekerjaan tambahan. Dengan begitu mereka mampu bertahan dari terpaan badai kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi bagaimana dengan nasib seorang pekerja yang perhitungan jamnya telah disebutkan di atas?
Sedangkan yang terakhir, keterasingan terhadap sifat manusiawinya sebagai seorang yang memiliki daya cipta. Kepribadian sinisme merupakan predikator yang kuat dari terjadinya alienasi, yang mana menyebabkan timbulnya perasaan tidak puas pada pekerjaan. Predikator eksternal lain yang menyebabkan timbulnya alienasi adalah lingkungan pekerjaan itu sendiri.
Kadang arus tekanan yang datang dari sebuah pekerjaan lebih besar dari yang mungkin ditangani oleh seseorang, yang mana seringkali menimbulkan munculnya anggapan pada diri seorang pekerja bahwa orang lain sedang mengeksploitasi dirinya. Seorang pekerja yang mengalami kelelahan fisik akibat beratnya pekerjaan dan jam kerja yang panjang, kelelahan mental yang diakibatkan oleh tekanan pekerjaan, atau pun kelelahan emosi, dapat menyebabkan terjadinya burnout.
Keadaan yang begitu menguras fisik dan mental seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Seorang pekerja, bagaimanapun juga adalah manusia yang memerlukan perhatian dan perlakuan menyenangkan. Seringkali kita temukan atasan berbuat seenaknya terhadap. Mentang-mentang dia seorang manajer atau memiliki jabatan yang lebih tinggi dari orang lain, dia berbuat dan berkata seenaknya. Berapa banyak pekerja yang mengalami perlakuan seperti ini? Mengapa atasan atau orang yang lebih berkuasa cenderung untuk berlaku seenaknya? Apakah kedudukan mereka yang lebih tinggi memberikan hak pada mereka untuk berbuat atau berkata yang tidak menyenangkan pada pekerja yang kedudukannya lebih rendah? Apakah ada aturan tertulis dalam surat kontrak para pekerja bahwa seorang atasan bebas berbuat seenaknya pada bawahannya? Apakah seorang atasan harus mengucapkan sesuatu yang tidak menyenangkan pada bawahannya?
Ujung tombak sebuah perusahaan adalah bagian terkecil dari perusahaan itu, yaitu pekerja-pekerja paling kasar. Di dalam pabrik hal itu terwujud dalam pekerjaan produksi yang dilakukan oleh buruh. Di dalam bidang pelayanan seperti rumah sakit, hal itu terwujud dalam kecakapan masing-masing unit yang berhadapan langsung dengan pengguna jasa seperti kasir, suster, atau pun cleaning service. Melalui merekalah kebersihan, keteraturan, dan perawatan sebuah rumah sakit diserahkan. Seorang manajer tidak bisa apa-apa tanpa keberadaan masing-masing personil dari tiap unit. Hubungan yang sifatnya dua arah ini bukankah sebaiknya dijalankan dengan sikap saling menghormati di antara masing-masing pihak?
Untuk menghindari terjadinya kebangkrutan, sebuah perusahaan selain memperhitungkan rugi laba juga harus memperhitungkan kemungkinan terjangkitnya alienasi dan burnout di kalangan pekerjanya. Jika sebuah perusahaan para pekerjaanya mengalami keadaan ini, besar kemungkinan sebuah perusahaan akan mengalami kemunduran. Pekerja yang telah sekian waktu bekerja di sebuah perusahaan dengan ketrampilan yang mencukupi untuk menangani pekerjaan di perusahaan tersebut mungkin saja mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dengan harapan akan memperoleh pekerjaan lain yang lebih baik. Akibatnya, perusahaan harus mencari seorang pekerja baru lagi, dan harus melatihnya supaya memiliki ketrampilan yang memadai sebagaimana dimiliki oleh pekerja sebelumnya yang telah mengundurkan diri.
Bisa saja sebuah perusahaan menggunakan sistem gali lubang tutup lubang dalam menyiasati hal ini. Akan tetapi setiap kali terjadi masuknya seorang pekerja baru, itu berarti pemugaran ulang dan pembelajaran ulang. Pekerjaan yang biasanya tertata rapi sesuai dengan cara-cara lama mungkin saja berubah. Akan baik sekali jika perubahan itu lebih baik dari sebelumnya. Tapi bagaimana jika perubahan itu jauh lebih buruk dari sebelumnya?
Di sini perusahaan akan mengalami kerugian non-materi. Jika selama ini mereka tempat parkir yang tertata rapi, selalu bersih tiap pagi dan sore, kini perusahaan menghadapi tempat parkir yang amburadul dan lebih sering kotornya dibandingkan bersihnya. Bagaimanapun juga, sebuah perusahaan membutuhkan orang-orang yang telah mengenali lingkungan kerjanya dengan baik. Dengan begitu pemeliharaan lingkungan kerja dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. bagaimanakah sebuah perusahaan menyikapi permasalahan internal di dalam perusahaannya??

Bias Gender

Emansipasi wanita yang berkembang begitu pesat saat ini ternyata belum mampu menghapus diskriminasi terhadap perempuan, khususnya dilingkungan kerja. Alasan utama yang mendasari hal ini adalah, sebagian besar orang-orang menyangkal suatu pekerjaan pada seseorang semata-mata atas dasar apakah orang itu laki-laki atau perempuan. Pada zaman di mana penyetaraan gender telah bergaung di mana-mana seperti saat ini, kita tidak bisa menutup telinga bahwa diskrimininasi gender masih terjadi di mana-mana, sadar atau tidak sadar, langsung atau tak langsung, terang-terangan mau pun sembunyi-sembunyi.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Secara tradisional, seorang lelaki telah dididik sejak kecil untuk menjadi seorang pekerja di masa depan. Sejak awal pertumbuhannya, anak lelaki diajarkan bahwa seorang lelaki dikenal dari pekerjaan yang mereka lakukan, dan semangat mereka sangat besar untuk berpikir mengenai pekerjaan apa yang nanti akan mereka lakukan. Di dalam permainan, hal ini ditanamkan dalam bentuk tim di mana satu dengan yang lain saling bekerjasama dengan kemampuan masing-masing yang dimiliki akan tetapi sekaligus juga bersaing di antara mereka sendiri. Hal itu dapat kita perhatikan pada permainan-permainan di mana anak laki-laki berperan di dalamnya, seperti benteng-bentengan, kartu, dan sebagainya.
Sebaliknya, secara tradisional perempuan tidak dididik untuk kebiasaan semacam ini. Ketrampilan yang mereka pelajari sungguh berbeda, mulai dari bagaimana melayani, mengatur kebersihan rumah tangga, patuh, dan sebagainya. Seringkali kita mendengar seorang ibu berkata pada anak perempuan, "Anak perempuan kok malas!" ketika seorang anak perempuan tidak mau menyapu, mencuci piring, atau mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Dalam jawaban yang diberikan atas pertanyaan, "apa cita-cita kamu jika besar nanti?" kita sering mendapat jawaban bahwa seorang perempuan ingin menjadi suster, bidan, sekretaris, atau pramugari; tapi kita jarang mendengar bahwa seorang perempuan ingin menjadi pilot, tentara, atau seorang mekanik. Begitu juga dengan anak laki-laki; orang tua sering merasa heran jika anak lelakinya tidak mau bermain dengan teman sebaya mereka di luar dan memilih menghabiskan waktu di rumah saja.
Hal lain yang juga berpengaruh pada tahap-tahap awal pendidikan ini adalah kecendrungan bagi anak laki-laki untuk bermain dengan anak laki-laki dan anak perempuan untuk bermain dengan anak perempuan. Secara spesifik permainan untuk anak laki-laki cenderung lebih kasar dan secara umum lebih kompetitif. Sedangkan permainan untuk anak perempuan kurang kasar dan kurang kompetitif sehingga bagi anak perempuan permainan untuk anak laki-laki selanjutnya, ketika berinteraksi dengan anak laki-laki yang sebaya, anak perempuan tidak siap untuk mempengaruhi - tindakan dan perhatian mereka cenderung untuk mendukung yang lain dan mempertahankan interaksi. Sebaliknya, interaksi pada anak laki-laki sering menyempit - mereka adalah subjek yang harus mencari perhatian dan dukungan dari rekan-rekan lain.
Hal lain yang berpengaruh pada awal pendidikan ini adalah karakter-karakter khusus yang mereka terima sebagai contoh dalam kehidupan mereka. Karakter-karakter yang mereka temui cenderung mengarahkan dengan tajam perilaku anak-anak yang berhubungan dengan jenis kelamin mereka. Anak belajar peran gender dengan cara yang sebagian besar sama, yaitu mempelajari perilaku sosial orang lain yang lebih dewasa - dengan menyaksikan dunia di sekeliling mereka dan belajar akibat dari tindakan yang berbeda. Dengan demikian, orang tua membentuk peran gender yang tepat pada anak, dan anak belajar apa budaya mereka dengan perilaku yang tepat untuk laki-laki dan perempuan dengan melihat bagaimana orang dewasa bertindak.
Dalam perilaku yang berhubungan dengan gender, bagaimanapun juga, orang tua memberi respon yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuannya. Akibat dari pendidikan ini, seorang anak berangsur-angsur mengidentifikasi sebuah grup dan mulai mengembangkan identitas gender dengan segala ciri-ciri yang dipatuhi di dalamnya.
Dengan keadaan pendidikan awal seperti ini apakah yang mungkin muncul bagi perempuan dalam karir mereka di masa depan? Diskriminasi gender, secara langsung mau pun tidak langsung. Kalau kita perhatikan di lingkungan kerja di mana laki-laki dan perempuan berada bersama-sama, mudah sekali kita temukan diskriminasi gender. Bukankah kita sering mendengar kalimat seperti ini, "Jangan disuruh yang berat-berat, kasihan perempuan." Secara tidak langsung hal ini mengindikasikan adanya diskriminasi gender. Dengan sangat halus hal itu menyiratkan pengertian bahwa sekali pun berada dalam profesi yang sama ternyata perempuan masih dipandang dengan sebelah mata, satu hal yang sepertinya harus segera kita perbaiki!
Begitu juga dengan seloroh-seloroh jorok yang terjadi di tempat kerja. Seringkali di tempat terjadi obrolan-obrolan cabul tentang perempuan terjadi di antara laki-laki, akan tetapi percakapan yang riuh itu segera terhenti jika rekan perempuan mereka kebetulan mendatangi mereka. Begitu juga dengan sentuhan-sentuhan ringan, di mana keakraban antara satu pihak dengan pihak lain dijadikan sarana untuk memuaskan hasrat yang paling kecil. Kalau kita mau memperhatikan: lebih banyak mana, perempuan yang dicubit oleh laki-laki atau laki-laki yang dicubit oleh perempuan? Kita pasti sepakat bahwa lebih banyak perempuan yang dicubit oleh laki-laki dibandingkan dengan yang sebaliknya terjadi.
Selain gangguan fisik yang nyata seperti telah disebutkan, ada juga gangguan non fisik pada perempuan yang bekerja bersama laki-laki. Gangguan tersebut dapat berupa gosip di mana perempuan sering dijadikan sebagai objek pasif bahan pembicaraan rekan-rekan laki-laki mereka sendiri (entah dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya atau pun dengan ketidakcantikan dan ketidakindahan tubuhnya).
Tampaknya perjuangan kaum perempuan untuk penyetaraan gender masih harus menempuh jalan yang panjang. Di sini mereka tidak hanya berhadapan dengan lingkungan kerja mereka tapi juga dengan budaya yang melingkungi diri mereka sendiri. Perubahan yang mereka lakukan harus sejalan dengan perubahan pandangan pada pihak laki-laki. Artinya, cara laki-laki dalam memandang dunianya juga harus diubah sehingga mereka tidak lagi menggunakan kacamata tradisional.
Akan tetapi bukan hanya cara pandang kaum laki-laki yang harus diubah. Sebagian besar perempuan masih berpikiran tradisional di mana untuk jenis-jenis pekerjaan mereka masih mengalah pada laki-laki. Bukankah untuk pekerjaan-pekerjaan kasar perempuan cenderung mengharapkan laki-laki yang melakukannya? Dengan kata lain, untuk mencapai penyetaraan gender yang utuh, perubahan harus dilakukan oleh kedua belah pihak.
Jalan keluar untuk mencapai hasil yang maksimal adalah dengan memberikan wawasan pada anak-anak sejak usia dini. Wawasan tersebut penting ditanamkan sejak dini karena itulah yang akan dibawa oleh anak-anak untuk memandang dunia mereka. Kalau secara tradisional anak lelaki lebih dididik untuk berkompetisi, maka sejak dini anak perempuan pun harus dididik untuk berkompetisi. Kalau seorang anak perempuan menjawab, "Ingin menjadi suster," ketika sebuah cita-cita pekerjaan ditanyakan padanya, dia harus diberikan wawasan tentang pekerjaan-pekerjaan di mana laki-laki lebih dominan dan menjelaskan bahwa hal itu adalah sama.
Secara teoretis penerapan dari sistem ini dapat mencapai hasil yang bagus. Dewasa ini telah banyak terjadi perubahan. Akan tetapi satu hal yang tetap menjadi tantangan bagi perempuan: tampaknya masih akan dijadikan sebagai objek pasif!